Analisis Perbedaan Suku Jawa dan Suku Batak dari Berbagai Macam Aspek

Pendahuluan

Pada awal pembahasan ini, saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada Fauzi Harifah selaku dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar. Karena dengan adanya tugas ini, tentunya akan membuka wawasan saya tentang budaya yang lebih luas. Saya akan menganalisis dua kebudayaan dari dua suku yang berbeda, yaitu suku Jawa dan suku Batak. Secara garis besar suku ini cukup mendominasi dan menjadi 'ciri khas' Indonesia yang di pandang dunia internasional. Jika dilihat secara kasat mata, dua suku ini sudah cukup terlihat perbedaaanya, mulai dari cara berbicara, kekluargaan, dan cara pandang dari segi kepercayaan.

Teori

Penjabaran Umum Tentang Suku Jawa dan Batak

Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.

Suku Jawa

Sedangkan suku Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.

Suku Batak

Analisis

Tata Bahasa dan Cara Berbicara

Bila dibandingkan, tata bahasa dan cara berbicara suku Batak cenderung terdengar lebih keras. Jika ditelusuri lebih dalam mengapa suku Batak berbicara keras, itu dikarenakan rumah-rumah asal di tempat mereka mempunyai jarak yang cukup jauh. Sehingga mereka terbiasa berteriak untuk berbicara dari satu rumah ke rumah lainnya. "Dulu kalau mendung, tulang teriak-teriak ke kahanggi suruh angkat itu jemuran di luar" ungkap tulang Deni kepada saya. Tata bahasa Batak juga bisa dibilang dengan bahasa 'terbalik campuran'. Jika suku Jawa berkata "tolong ambilkan bangku itu", lain lagi dengan suku Batak "tolong ambilkan itu bangku".

Sedangkan suku Jawa memiliki tutur bahasa dan cara berbicara yang sangat berbanding terbalik dengan suku Batak. Suku Jawa biasa berbicara dengan nada yang lebih santai dan lemah lembut, itu dikarenakan tradisi mereka dari turun temurun. "Kalau mama ngomong keras dikit sama si mbah, wah langsung dimarahin sama mbah kakung. Ya walau marahnya juga lembut gak kayak marah orang di sini. Pastinya beda kayak cara mama marahin kamu" tutur Ibu saya. Di dalam suku Jawa juga terdapat dua bahasa yang dibagi dua, yaitu bahasa halus dan bahasa kasar.

Bahasa Jawa halus biasa dipakai oleh orang asli suku Jawa kepada mereka yang lebih tua, sedangkan bahasa Jawa kasar biasa dipakai oleh orang pinggiran suku Jawa untuk bergaul kepada teman atau kerabat. Namun tetap disesuakian dengan kondisi dan tempat untuk memilih menggunakan bahsa Jawa halus ata Bahasa Jawa kasar. Bahasa Jawa halus biasa dipakai di daerah Yogyakarta dan untuk orang dalam kraton. Sedangkan bahasa Jawa kasar biasa diucapkan oleh orang pinggiran (perbatasan Jawa dan Sunda) seperti di daerah Cirebon.

Tradisi Pernikahan

Dalam suku Batak mahar disebut dengan sinamot. Lantas apa sinamot itu? Sinamot adalah tuhor ni boru
yang arti dan maksudnya adalah uang untuk pembelian perempuan Batak dari orang tua laki-laki yang di berikan kepada orang tua pemilik anak perempuan. Acara pemberian sinamot ini sudah ada sejak zaman dahulu kala yang diwariskan nenek moyang suku Batak dan dilestarikan sampai zaman sekarang. Adapun tingkat pemberian uang yang diberikan kepada orang tua pemilik anak perempuan ini bervariasi, tergantung kemampuan orang tua dari si laki-laki.

Sebelum memberikan uang sinamot ada proses negosiasi yang dilakukan keluarga dari laki-laki kepada keluarga si perempuan yang tujuannya untuk mencapai 1 kesepakatan yang adil untuk keduanya, walaupun tingkat uang pemberian sinamot ini ditentukan oleh orang tua dari si perempuan tapi hak dari orang tua atau keluarga si laki-laki untuk melakukan penawaran. Jika tuntutan tingkat uang sinamot yang ditetapkan terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan kemampuan orang tua atau keluarga si laki-laki. Proses ini akan panjang jika tidak menemukan kesepakatan dari kedua belah pihak.

Ritual Siraman Tradisi Pernikahan Jawa

Sedangkan untuk suku Jawa memiliki adat istiadat pernikahayan cukup rumit dan bertahap. Tata cara prosesi pernikahan adat Jawa yang sebenarnya dapat berlangsung lebih dari satu hari. Bahkan, pada zaman dahulu pesta acara pernikahan bisa sampai 7 hari karena adanya pertunjukan wayang. Berikut ini adalah langkah dan tahapan prosesi pernikahan adat Jawa:
  1. Adat pernikahan Jawa Tengah yang pertama Ritual Nontoni. Ritual ini merupakan ritual yang biasa dilakukan oleh pihak pria sebelum proses perjodohan dilakukan di mana pihak pria atau wakilnya mendatangi wanita untuk menanyakan apakah sudah memiliki pilihan atau belum. Jika memang benar-benar cocok maka akan dilakukan ritual yang selanjutnya.
  2. Ritual panembung. Secara umum kita mengenal ritual ini sebagai acara lamaran. Di sini seorang pria dapat melakukan bersama orang tuanya ataupun mengirim sesepuh yang dipercaya dan juga beberapa orang sebagai saksi.
  3. Paningset. Ritual ini dilakukan untuk memberikan sesuatu dari pihak pria kepada pihak wanita sebagai ikatan dari upacara pernikahan yang akan dilaksanakan.
  4. Setelah tahap pranikah di atas maka selanjutnya adalah tahapan pada saat prosesi pernikahan yang dimulai dengan ritual sowan luhur. Tradisi ini adalah mengunjungi makam para leluhur dari kedua mempelai.
  5. Wilujengan. Sesi ini merupakan ritual memohon keselamatan kepada Tuhan akan diselenggarakannya hajatan. Ritual ini terdapat syarat yang harus dipenuhi berupa nasi dan lauk pauknya lengkap dengan ingkung atau ayam yang dimasak utuh.
  6. Pasang tarub. Ini merupakan ritual memasang bleketepe atau anyaman daun kelapa yang menirukan ki Ageng tarub dalam pernikahan puterinya yang bernama dewi nawangsih sebagai penyambutan tamu undangan.
  7. Tradisi pasang tuwuhan yang dimaksudkan agar kelangsungan rumah tangga bagi kedua mempelai akan memperoleh kesejahteraan. Tuwuhan atau tumbuhan yang dijadikan symbol antara lain pisang raja yang sudah masak, tebu wulung, cengkir gading, daun randhu, pari dan dedaunan yang bermacam-macam yang masing –masing mewakili maksud tertentu.
  8. Adat pernikahan Jawa Tengah selanjutnya adalah Tradisi siraman. Tradisi ini merupakan tradisi yang unik di mana calon mempelai dimandikan dengan cara dan aturan khusus yang telah dipergunakan secara turun temurun. Baik jumlah orang yang melakukan siraman, tata cara dan bunga yang ada dalam siraman semuanya mengandung makna filosofi sendiri.
  9. Dodol dawet. Tradisi ini memiliki makna sebagai kebulatan hati orangtua mempelai ketika menjodohkan anaknya.
  10. Sengkeran. Kita mengenal tradisisi ini sebagai pingitan di mana mempelai tidak boleh peri keluar rumah selama masa ini.
  11. Midodareni. Tradisi ini berasal dari keyakinan masyarakat jawa bahwa bidadari akan mempercantik penampilan mempelai wanita sebelum akad nikahnya dilakukan.
  12. Ijab Panikah. ijab ini dilakukan sesuai dengan tata cara dan agama yang dianut oleh mempelai berdua.

Kekeluargaan

Suku batak terkenal dengan kekeluargannya karena memiliki banyak marga yang berbeda-beda. Tak jarang kita jumpai kumpulan orang-orang suku Batak yang suka bercengkrama di suatu tempat walau mereka bukan saudara. Bagi mereka satu marga adalah saudara kandung. Maka tidak usah heran jika ada orang Batak terlihat begitu dekat di sini (Bekasi) walau mereka tidak pernah berjumpa sebelumnya. Lantas apa itu marga dalam suku Batak? Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan mempunyai istri bernama Si Boru Baso Burning dan memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri.

Pentas Seni Batak dalam Membentuk Kekeluargaan


Putra:
  • Si Raja Biak-Biak.
  • Tuan SaribuRaja.
  • Limbong Mulana.
  • Sagala Raja.
  • Malau Raja.
Putri :
  • Si Boru Pareme, kawin dengan Tuan SaribuRaja.
  • Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan SorimangaRaja, putra Raja Isumbaon.
  • Si Boru Biding Laut, juga kawin dengan Tuan SorimangaRaja.
  • Si Boru Nan Tinjo, tidak kawin.

Sementara itu Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yaitu, Tuan SorimangaRaja, Si Raja Asiasi, dan Sangkar Somalindang.

Sedangkan dalam masyarakat Jawa, sistem kekerabatan didasarkan pada garis keturunan bilateral (diperhitungkan dari dua belah pihak, ibu dan ayah). Dengan prinsip bilateral atau parental ini, seorang Jawa berhubungan sama luasnya dengan keluarga dari pihak ibu dan juga ayah. Kekerabatan yang relatif solid biasnya terjalin dalam keturunan satu nenek moyang hingga generasi ketiga. Namun demikian, kualitas hubungan keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family) berbeda-berda antara satu lingkaran keluarga dengan yang lainnya, bergantung pada kondisi masing-masing keluarga. 

Hari ini, dibanding warga yang bermukim di perkotaan, masyarakat desa relatif lebih baik dalam menjaga nilai-nilai kekerabatan dalam keluarga. Walaupun tidak terlepas dari imbas perubahan zaman, setidaknya, tradisi kerjasama dalam keluarga besar masih terasa dalam perayaan ritual adat, seperti pernikahan, kematian, pembangunan rumah, dan lainnya.

Dalam perayaan pernikahan, misalnya, anggota keluarga besar umumnya turut membantu kelancaran acara, terutama berhimpun dalam dapur umum untuk mempersiapkan berbagai hidangan pesta bagi kaum wanita, dan menata dekorasi tempat pernikahan bagi kaum pria. Sebaliknya, kerabat yang punya hajat akan membekali mereka dengan sejumlah makanan sepulangnya mereka.

Selain pernikahan, ritual berkabung atas kematian kerabat pun biasanya menjadi ajang untuk berkumpul di tempat kerabat yang berkabung tersebut, dari mulai hari kejadian, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, hingga tiga tahun setelah kematian. Sebagai tanda terimakasih, kerabat dan juga para tetangga yang datang berpartisipasi akan dibekali makanan yang biasa disebut berkat.

Di samping pernikahan dan kematian, ritual lain yang biasanya mengundang solidaritas kerabat adalah membangun rumah (puput rumah), sunatan, lebaran, dan masih banyak yang lainnya. Pada hari-hari tersebut, terlihat kebersamaan dan kerjasama dalam lingkaran keluarga besar.

Namun demikian, seperti sempat disinggung sebelumnya, nilai-nilai kekerabatan dalam keluarga, khususnya keluarga besar, semakin mengalami degradasi. Beberapa hal yang melatarbelakangi kondisi tersebut adalah:
  • Jarak tempat tinggal antar satu anggota lain yang terlalu jauh.
  • Lingkungan sekitar masing-masing keluarga inti yang telah banyak mempengaruhi cara hidup anggotanya, terutama yang berdomisili di luar lingkungan Jawa.
  • Adanya pengaruh media massa dalam merepresentasikan kehidupan keluarga
  • Adanya pengaruh kepercayaan religi (agama) sehingga sedikit menggeser nilai kepercayaan Jawa.

Cukup sekian penjabaran tentang analisa perbedaan suku Jawa dan suku Batak yang begitu kental dan cukup terlihat oleh sudut pandang orang-orang awam. Dari pehambahasan ini, akan memudahkan para pembaca untuk mengetahui karakteristik suku Jawa dan Suku batak lebih dalam.

Daftar Pustaka

  • Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1998. Budaya masyarakat perbatasan. Jakarta.
  • Sinaga, Drs. Richard.”Leluhur Marga-marga Batak dalam Sejarah,Silsilah dan Legenda”.1997. Dian Utama: Jakarta.


Kodokoala: Wawasan

Berlangganan Artikel Melalui Email Gratis:

0 Komentar untuk "Analisis Perbedaan Suku Jawa dan Suku Batak dari Berbagai Macam Aspek"

Posting Komentar

Perhatian!
Silahkan beri komentar Anda dengan sopan tanpa menyinggung agama atau ras tertentu.

Jika ingin menyertakan tautan/link menuju situs web tertentu, harap komentar yang berhubungan dengan topik agar komentar Anda bisa kami publikasikan. Terima kasih.